PENGKAJIAN AL.QURAN DI WILAYAH NUSANTARA OLEH SRI DINDA LESTARI 0403182056 UINSU
SOAL-SOAL UJIAN TULISAN UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS) |
|
Mata Kuliah |
S.P.A.I |
Bobot sks |
2 sks |
Semester |
7 |
Kelas |
|
Hari/Tanggal |
KAMIS 6 JANUARI 2022 |
Lokal/Ruang Kelas |
|
Dosen |
Nur
Fadhilah Syam, M.Ag/ Andri Nurwandri, M.Ag |
No. |
Soal / Pertanyaan |
1. |
Tulisakan artikel dengan
permasalahan terkini yang berkaitan dengan Makalah Saudara lalu di posting di
website (blogspot dll) |
2. |
Tuliskan ringkasan dan berikan saran dari Makalah saudara |
3. |
Revisi makalah saudara terkait
sistematika penulisan dan berikutnya di posting website (blogspot dll) |
Dosen
Pengampu,
Nur Fadhilah Syam, M.Ag
PENGKAJIAN AL.QURAN DI WILAYAH NUSANTARA
Mata kuliah : Sejarah Pengembangan Al.quran Indonesia
Dosen Pengampu : Dr. H. Ahmad Zuhri, M.a
Disusun Oleh
KELOMPOK 3:
Sri Dinda
Lestari( 0403182056)
Ahmad
Winaldi(0403182057)
Muhammad
Alfahrizi(0403181052)
Muhammad
hamonangan(0403182066)
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
DAN STUDI ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
BAB PENDAHULUAN..........................................................................1
a. Latar Belakang
Masalah..................................................................1
b.
Rumusan
Masalah............................................................................1
c. Tujuan..............................................................................................1
BAB II
PEMBAHASAN.........................................................................2
a. Pengkajian Al.Quran
di jawa dan sekitarnya..................................2
b.
Pengkajian Al.Quran di Timur
Indonesia.......................................5
c. Pengkajian Al.Quran
di Sumatra
Utara.........................................6
BAB III
KESIMPULAN......................................................................11
Daftar
Pustaka......................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Al-Quran
merupakan kitab pedoman bagi umat muslim. Dalam kitab tersebut berisi tentang
petunjukpetunjuk dan arahan hidup yang diturunkan Allah untuk manusia agar
hidupnya selamat di dunia maupun di akhirat kelak. Allah yang menciptakan
manusia maka Allah sangat mengetahui kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh
manusia. Dengan demikian mempelajari dan mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an
menjadi hal penting dalam hidup ini.
Dalam suatu hadits menjelaskan bahwa sebaik- baik
umat muslim adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya. Adapun
keutamaan membaca dan menghafal Al-Qur’an adalah individu yang mengamalkannya
akan menjadi sebaik-baiknya orang, dinaikkan derajatnya oleh Allah, Al-Qur’an
akan memberi syafaat kepada orang yang membacanya, Allah menjanjikan akan
memberikan orang tua yang anaknya menghapal Al-Qur’an sebuah mahkota yang
bersinar, hati orang yang membaca Al-Qur’an akan senantiasa dibentengi dari
siksaan, hati mereka akan menjadi tentram dan tenang.
B.
Rumus Masalah
1.
Pengkajian Al. Quran di wilayah Sumatra Utara dan
sekitarnya.
2.
Pengkajian Al.Quran
di jawa dan sekitarnya .
3.
Pengkajian Al. Quran di wilayah Timur Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengkajian Al.Quran di jawa dan
sekitarnya
Penelitian tentang “Sejarah dan Pengembangan Al-Qur’an di Pesisir
Lamongan oleh Kiai Langgar” ini, dikaji dengan menggunakan metode pendekatan
sejarah dan sosiologi. Pendekatan sejarah merupakan strategi untuk memahami
peristiwa sejarah lebih komprehensif. Dengan menggunakan pendekatan sejarah,
sebuah peristiwa sejarah dapat diungkapkan dengan jelas. Sejarah merupakan
suatu ilmu yang membahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat,
waktu, objek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut. Melalui
pendekatan ini, tentu dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi,
apa sebabnya dan siapa saja yang terlibat dalam peristiwa tersebut.Dalam penelitan
ini pendekatan sejarah digunakan untuk mengungkap secara menyeluruh peristiwa
mengenai sejarah awal pengajaran al-Qur’an kepada masyarakat pesisir Lamongan.
Sedang pendekatan sosiologi dimaksudkan untuk meneropong segi–segi sosial
peristiwa yang dikaji . Pendekatan ini dipakai untuk mengungkap bagaimana
keterikatan masyarakat dengan al-Qur’an juga peran Kiai Langgar (kyai Bakrin)
dalam pengembangan al-Qur’an di wilayah pesisir Lamongan.[1]
Menurut Sartono Kartodirjo prespektif sosial (sosiologi) meningkatkan kemampuan
untuk mengekstrapolasikan berjenis-jenis aspek sosial masyarakat atau gejala
sejarah yang dikaji, seperti adanya pelbagai golongan sosial, jenis-jenis
kepemimpinan, macam-macam ikatan sosial, dan lain sebagainya. ilmu sosiologi
juga termasuk didalamnya adalah mengenai kedudukan (status) dan peran (role)
dimana keduanya termasuk kedalam bagian unsur lapisan masyarakat.Sosiolog Ralp
Linton menyebutkan bahwa kedudukan (status) adalah suatu kumpulan dari hak dan
kewajiban, sedangkan peran adalah aspek dinamis dari suatu status. Dengan kata
lain, (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Tidak ada peranan
tanpa adanya kedudukan. keduanya tidak dapat dipisahkan dan bergantung satu
sama lain. Seperti halnya teori yang dikemukakan
oleh Biddle dan Thomas bahwa “peran sebagai suatu yang dibawakan oleh seseorang
ketika menduduki suatu karakterisasi (posisi) dalam struktur sosial”.Setiap
orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan
hidupnya. Dan peranan menentukan apa yang diperbuatnya untuk masyarakat serta
kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat untuk seseorang.Peran
mencakup dalam tiga hal salah satu menyebutkan bahwa peran dapat dikatakan
sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat Sedangkan yang disebut dengan sosial ialah
segala sesuatu yang mengenai atau berhubungan dengan masyarakat, atau peduli
terhadap kepentingan umum.Sehingga yang dimaksud peran sosial di sini merupakan
suatu peran yang dimiliki seseorang yang diberikan kepada masyarakat. Dengan
demikian, penggunaan ilmu sejarah dan ilmu sosial (sosiologi) merupakan sebuah
pendekatan yang dapat dipinjam dan digunakan serta dianggap relevan sebagai
“pisau analisis” di dalam penelitian sejarah dan pengembangan al-Qur’an di
pesisir Lamongan oleh kiai langgar ini. Melalui pendekatan sejarah,[2]
penelitian ini mencoba menarasikan sejarah awal pengenalan al-Quran kepada masyarakat
pesisir Lamongan, yang menurut Sartono Kartodirjo : sejarah naratif adalah
sejarah yang mendeskripsikan tentang masa lampau dengan merekontruksi apa yang
terjadi, serta diuraikan sebagai cerita.Serta melalui kajian ilmu sosial
(sosiologi) akan diungkapkan mengenai pengembangan al-Qur’an di pesisir
Lamongan oleh kiai langgar. Al-Qur’an sendiri jika diartikan secara bahasa
mengandung arti bermacam-macam, salah satunya adalah bacaan atau sesuatu yang
harus dibaca, dipelajari.Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril sebagai mu’jizat dan berfungsi
sebagai hidayah (petunjuk). Pendapat lain mengatakan bahwa alQur’an ialah
kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad, dengan bahasa Arab, yang
sampai kepada kepada kita secara mutawattir, yang ditulis didalam mushaf, di
mulai dari surat al-Fatihah dan di akhiri surah anNas, membacanya berfungsi
sebagai ibadah, sebagai mukjizat bagi Nabi Muhammad dan sebagai hidayah atau
petunjuk bagi umat manusia.Maka pengertian inilah yang juga dipahami oleh
masyarakat pesisir Paciran bahwa al-Qur’an bukan sekedar mushaf yang akan
berhenti ketika selesai membacanya, melainkan terdapat tindakan pengamalan al-Qur’an
dalam kehidupan keseharian mereka. Kiai
langgar merupakan merupakan sebuah sebutan yang lazim dalam kehidupan
masyarakat. Istilah kiai sendiri bermula dari keampuhan bendabenda kuno yang
dimiliki para penguasa di tanah Jawa seperti raja, senopati, atau punggawa
kerajaan. Masyarakat jawa menghormati benda yang menjadi warisan tersebut
dengan menyebut dengan kiai. Kiai Sekati adalah dua perangkat gamelan kesenian
wayang di Jawa. Kiai Garuda Kencana adalah nama kereta emas yang hingga kini
dikeramatkan keluarga keraton Yogyakarta.Namun konsep ini terus berkembang
diantaranya menjadi gelar yang diberikan masyarakat kepada seorang ahli agama
Islam, yang mempunyai atau memimpin pesantren dan mengajarkan kitab kepada para
santrinya. Dalam realitas kehidupan masyarakat, sebuatan kiai ternyata bukan
hanya untuk mereka yang mempunyai atau memimpin pesantren. Dalam kehidupan
masyarakat desa, ternyata ada orang-orang tertentu yang diposisikan sebagai
“kiai”, meskipun mereka tidak memiliki pesantren. kiai tanpa pesantren tersebut
dalam masyarakat biasa disebut dengan kiai langgar atau kiai kampung. Istilah
ini merujuk pada sosok kiai yang hidup di kampung atau desa yang menjadi sebuah
mushalla atau dalam masyarakat Jawa lebih dikenal dengan istilah langgar atau surau.Penamaan
kiai langgar juga diungkapkan oleh Dirdjasanyata, menurutnya kiai langgar yakni
tokoh masyarakat yang dipandang mumpuni dalam bidang pengetahuan
dan pengamalan keagamaan yang umumnya menjadi imam di surau atau langgar, dan
sekaligus mengajar mengaji pada masyarakat sekitar.Meskipun terdapat beberapa
istilah seperti kiai langgar dan kiai kampung dalam masyarakat, penamaan kiai
langgar agaknya yang dianggap yang paling tepat oleh penulis dikarenakan memang
ia (sang kiai) mengajar menunjukkan tempat yaitu sebuah langgar, juga karena
lebih netral serta tidak peyoratif. Dalam konteks pembahasan mengenai tokoh
kiai Abu Bakrin sebagai kiai langgar, penulis menggunakan teori Kharismatik
dari Max weber yang menyatakan bahwa tokoh kharismatik ialah ia yang memiliki
otoritas yang salah satunya didapatkan dari ilmu keagamaan dan genealogi
keturunan.[3]
1. Penelitian Terdahulu
Untuk menghindari duplikasi dan kesamaan dalam
pembahasan penelitian, maka penulis melakukan penelusuran terhadap penelitian
sebelumnya yang berhubungan dengan sejarah awal pengenalan al-Qur’an dan
pengembangannya oleh kiai langgar pada masyarakat pesisir. Beberapa tulisan tersebut antara lain :
a.
Muhammad
Barir, Tradisi al-Qur’an di Pesisir: Jaringan Kiai dalam Transmisi Tradisi
al-Qur’an di Gerbang Islam Tanah Jawa. Thesis yang diterbitkan dalam bentuk
buku ini memfokuskan kajian tentang bentuk transmisi pengetahuan kiai tentang
tradisi al-Qur’an.
b.
Tim
peneliti dan penyusun buku Sejarah Sunan Drajat. Sejarah Sunan Drajat dalam
jaringan Masuknya Islam di Nusantara. Isi buku ini adalah sebagian besar dari
rekontruksi riwayat hidup Sunan Drajat mulai dari awal penyebaran islam di
pesisir Lamongan, perjuangan, ajaran hingga warisan. Didalamnya termasuk juga
membahas mengenai awal pengajaran al-Qur’an di Pesisir Lamongan.
B. Pengkajian Al.Quran di Timur
Indonesia
Di Makassar, Anre Gurutta25 H.M. As’ad (w.
1952) seorang kiai pesantren menulis Tafsir Bahasa Boegisnja Soerah Amma. Judul
untuk karya tafsir ini sengaja ditulis dalam tiga bahasa: Arab, Bugis, dan
Indonesia. Terdapat pula edisi Indonesia yang dialihbahasakan oleh Sjamsoeddin
Sengkang, salah seorang murid Anre Gurutta H.M. As’ad. Edisi Indonesia ini
diterbitkan di Sengkang. Sayangnya, tidak terdapat keterangan yang pasti
perihal tahun penerbitan dan nama penerbit. Meskipun demikian, M. Rafii Yunus
Martan— dengan menyebut karya tafsir ini—menegaskan bahwa sejarah eksistensi
terjemah dan tafsir Al-Qur’an di Sulawesi Selatan sudah cukup panjang dan telah
dimulai sejak tahun 1948.[4]
Penegasan ini menunjukkan bahwa karya ini
ditulis dan diterbitkankira-kira pada tahun 1940-an tersebut. Tafsir Al-Qur’an
bahasa dan aksara Bugis muncul lagi pada tahun 1961 berjudul Tafsir Al-Qur’an
al-Karim bi al-Lughah al-Bugisiyyah, Tafséré Akorang Bettuwang Bicara Ogi,
diterbitkan pertama kali oleh penerbit Adil di Sengkang pada 1961. Karya tafsir
ini ditulis oleh AG. H.M. Yunus Martan (w. 1986 M).[5]
Karya ini hanya terdiri dari tiga juz. Judulnya ditulis dalam dua bahasa: Arab
dan Bugis. Juz ketiga dicetak pertama kali pada tahun 1961. Model tafsirnya
masih sederhana, yaitu setelah menerjemahkan setiap ayat, penulis memberikan
penjelasan pada konteks-konteks yang dianggap perlu. Jadi, tidak semua ayat
diberi penjelasan.
Pada 1980-an, AG. H. Daud Ismail (1908-2006 M)
menulis tafsir dalam bahasa dan aksara Bugis. Juz pertamanya terbit pada tahun
1983 oleh penerbit Bintang Selatan di Ujung Pandang. Pada tahun 2001 muncul
edisi satu jilid yang berisi tiga juz. Judulnya diberi tambahan, tetapi
penjelasan tentang juz masih tetap ada. Misalnya, untuk jilid pertama, yang
mencakup juz I, II dan III dari Al-Qur’an diberi judul Tafsir Munir, Tarjamah
wa Tafsir al-Juz al-Awwal wa al-Tsani wa al-Tsalits. Tata letak yang dipakai
adalah dengan menulis ayat Al-Qur’an di kolom bagian kanan sedangkan
terjemahannya di kolom bagian kanan. Adapun tafsirnya ditulis di bagian
bawahnya dengan menyebut nomor ayat, tanpa menyebutkan teks ayatnya. Pada era
1990-an Ahmad Asmuni Yasin dari pesantren Petuk Kediri juga mempublikasikan
karya-karya tafsir memakai bahasa Arab.
Ketiga, karya-karya tafsir yang ditulis ketika
penulisnya aktif di lembaga pendidikan formal, seperti madrasahdan kampus. Pada
1978, KH. Hamzah Manguluang, seorang pengajar di Madrasah As’adiyah di Sengkang
Kabupaten Wajo, menyelesaikan terjemah Al-Quran dengan bahasa dan aksara Bugis.
Terjemahan lengkap 30 juz ini dibagi menjadi tiga jilid. Formatnya dalam dua
kolom .
di setiap halaman. Pada kolom sebelah kiri
ditempatkan ayat-ayat Al-Quran dan di kolom sebelah kanan ditempatkan
terjemahannya. Penjelasan diberikan hanya pada ayat-ayat tertentu dan secara
singkat. Karya tafsir ini diberiKata Pengantar oleh AG. H. Daud Ismail, yang
antara lain menyatakan bahwa AG. H. Hamzah Manguluang telah memeroleh kemuliaan
yang tinggi karena telah berupaya menerjemahkan Al-Qur’an 30 juz, yang belum
pernah dilakukan orang di daerah Bugis dengan memakai bahasa Bugis.
C. Pengkajian Al.Quran di Sumatra Utara
Syaikh H. Azra‟i Abdurrauf adalah seorang ulama kharismatik
Sumatera Utara. Beliau merupakan seorang hafiz Alquran, menguasai ilmu Alquran,
bahasa Arab, dan ilmu keislaman lainnya. Beliau banyak berkiprah dalam mengajarkan
ilmu-ilmu keislaman, khususnya ilmu al-Qur‟an di dalam negeri maupun di luar
negeri. Syaikh Azra`i Abdurra`uf pertama kali belajar Alquran adalah dari
ayahnya, Syaikh Abdurra`uf. Dari beliaulah Syaikh Azra`i Abdurra`uf mengenal
huruf Hijaiyah hingga ia mahir membaca Alquran. Metode yang diajarkan ayahnya
ketika memperkenalkan huruf-huruf hijaiyah tersebut adalah menggunakan metode
al-Baghdadi. Metode ini merupakan metode yang umum dipakai ketika itu untuk
mengajarkan membaca huruf Araf di Nusantara, bahkan di dunia Islam. [6]Selain
belajar kepada ayahnya, ia juga belajar kepada beberapa orang guru Alquran di
kota kelahirannya. Di antaranya adalah kepada al-Hajj Muhammad Ali,
seolang ulama di Sumatera utara yang mengausai ilmu tajwid dan penyebutan
makhraj huruf dengan baik. Sekarang ini, kita masih bisa menemukan makamnya di
Paya Geli Sumatera Utara. Dan yang terpenting, sebagaimana yang dikemukakan
al-Hajj Syamsul Anwar, Syaikh Abdurrauf menyuruh anaknya belajar kemanapun di
daerah ini ketika ia mengetahui ada guru Alquran yang benar-benar meguasai
disiplin ilmu ini. Oleh sebab itu, maka guru beliau ketika di Tanah Air sangat
banyak. Ada yang mengatakan bahwa sebagian dari kegiatan ayahnya adalah mencari
informasi tentang guru-guru Alquran agar anaknya dapat menimba ilmu darinya.
Syaikh Abdurra`uf tidak saja mengajarkan dan
memperkenalkan membaca Alquran kepada anaknya, Syakih Azra`i, akan tetapi
beliau juga mengajarkan makharij al-Huruf dan ilmu tajwid dengan baik. Metode yang digunakan ayahnya dalam ranah ini terbilang keras dan
tegas. Hal itu tidak lain agar Syaikh Azra`i Abdurra`uf kecil dapat membaca
Alquran dengan baik dan benar. Di antaranya dapat dilihat dari beberapa prilaku
pembelajaran yang diterapkan kepada Syaikh Azrai. Misalnya, beliau
diperintahkan menaikkan lidah di depan rumahnya ketika ia tidak tepat
melafalkan huruf-huruf Alquran. Sebab, pada waktu kecilnya, Syaikh Azra`i
Abdurra`uf kurang fasih menyebutkan harf ra`. Latihan ini sering dipraktekkan
Syaikh Azra`i Abdurra`uf kecil untuk melatih kefasihan bacaannya. Namun sikap
keras ayahnya tersebut telah menghantarkan beliau menjadi anak yang cerdas dan
mahir melafalkan huruf-huruf tersebut di usia dini. Di samping ketegasan dan
kedisiplinan ayahnya, ia juga memang seorang anak muda yang tekun menggeluti
ilmu Alquran. Sehingga, kemudian hari ia menjadi ulama yang menguasai bidang
keilmuan yang digelutinya. Bahkan kemahirannya, dalam bidang tajwid dan qiraat,
tidak memiliki tandingan hingga hari ini di Sumatera Utara, bahkan di
Indonesia.[7]
Kiprah dan Apresiasi terhadap Syaikh Azra’i
Abdurrauf Di antara kiprah perjuangan Syaikh Azra`i Abdurra`uf adalah:
1. Guru al-Qur`an di Berbagai Tempat
a. Mengajar di Rumah Di antara kegiatan
pengabdian ilmiah Syaikh Azra`i Abdurra`uf yang terpenting adalah mengadakan
halaqah setiap hari di rumahnya.
b. Mengajar di Halaqah Kaum Ibu Ia juga
menyisihkan waktunya khusus untuk kaum ibu di berbagai tempat. Di antaranya
adalah di rumah Hj. Rohani, istri dari Letkol H.O.Z. Ownie. Kemudian, ia juga
mengajar di rumah Hasyim, MT. Ia mengajarkan kepada kaum ibu di seputar ilmu
Al-Qur`an, khususnya tentang bidang penafsiran Al-Qur`an.
c. Mengajar di Maktab dan Universitas Sebelum
berangkat ke Tanah Suci, Syaikh Azra`i Abdurra`uf mengajar di Maktab Zaini
Usman di Jalan Waringin Jati dan di beberapa mesjid di Kota Jurnal Ibn Abbas 13
Medan. Setelah kembali ke tanah air ia pernah mengajar di UISU, Medan.
Selain mengajar di Universitas tersebut, ia juga mengajar di Madrasah Diniyah
Kampung Silalas bersama dengan Syaikh al-Hajj Adnan Yahya, salah seorang
temannya di Saudi Arabia.
d. Mengajar di LPTQ dan Penatar tingkat Nasional Tidak diragukan lagi bahwa Syaikh Azra`i Abdurra`uf memiliki andil yang sangat besar memasyarakan al-Qur`an dalam bidang membaca dan tajwid alQuran, di kota Medan. Tidak terkecuali juga di Tanah Air dan kawasan Asia Tenggara. Beliau juga dikenal sebagai penatar Senior Dewan Hakim (juri) musabaqah Tilawah al-Quran di Pangkalan Masyhur, Medan, Jakarta, dan dibeberapa tempat lainnya di Nusantara
2. Juri
Al-Qur`an di Tingkat Nasional dan Internasional
a. Juri di Tingkat Nasional Keadaan atau
kedudukannya sebagai ulama dalam ilmu fasahah dan ilmu qiraat sab’ah
sebagaimana yang disebut sebelumnya mendapat pengakuan secara nasional. Hal itu terbukti, beliau dipercaya semasa hidupnya sebagai dewan
juri hampir sepanjang usianya setelah kembali ke Nusantara.
b. Juri di Tingkat Internasional Selain menjadi dewan juri secara
Nasional ia juga dipercaya sebagai dewan hakim MTQ pada even-even Internasional
seperti di Makkah al-Mukarramah dan negara jiran Malaysia. Ini suatu bukti
bahwa keilmuan Syaikh Azra`i Abdurra`uf mendapat pengakuan internasional. [8]
3. Menulis Makalah dan Buku
a. Menulis makalah Di samping kegiatan dakwah dan mengajarkan
al-Qur`an kepada masyarakat. Ia juga menyempatkan dirinya menulis makalah yang
terkait dengan ilmu al-Qur`an, yaitu muali ilmu tajwid, fashahah, maupun
tafsir. Oleh sebab itu, Jurnal Ibn Abbas 14 keilmuan Syaikh Azrai tidak saja
terkandung di dalam ingatan dan hatinya, tetapi juga ia mampu menunagkannya di
dalam bentuk tulisan yang berbobot.
b. Tafsir Syaikh Azra`i Abdurra`uf juga menulis sebuah buku
tafsir11 yang sangat baik dan informatif. 12 Bahkan di dalam buku tersebut
memuat tentang ulum alQuran yang sangat baik untuk dijadikan pedoman dalam
mepelajari kajian tafsir.
c. Koreksi Di antara kelebihan Syaikh Azra`i, ia mampu meresfon
kondisi yang terjadi di tengah-tengah masyarakat yang terkait dengan al-Qur`an.
Sebuah bukunya membicarakan seputar kesalahan beberapa penerbit dalam
menuliskan mushaf alQur`an.
4.
Prestasi dan Apresiasi
a. Memiliki Kepaduan Ilmu Al-Qur`an Keahliannya
terhadap ilmu Al-Qur`an tidak saja pada kemahiran membaca dan kebagusan tajwid,
tetapi juga dalam pemahaman makna dan kontekstualisasinya.
b. Pengisi `Iza`ah al-Qur`an di Saudi Syakh
Azra`i merupakan orang non Arab pertama yang mengisi `iza`ah alQur`an. Beliau diberi kesempatan untuk mengisi acara radio membacakan
ayatayat al-Qur`an. Bahkan, menurut informasi dari Syaikh al-Hajj Buya Bahrum
Ahmad, Syaikh Azra`i bukan saja orang pertama dari masyarakat ajam yang membaca
al-Quran pada ketika itu tetapi orang perdana yang melakukannya pada radio
Saudi Arabia. Sewaktu mudanya, Syaikh Azra`i Abdurra`uf pernah memenangkan
musabaqah tilawah al-Quran di kota Binjai. Waktu kota ini termasuk bagian dari
Sumatera Timur. Bersumber dari draf makalah byang terkait dengan tulisan
beliau. Draf buku ini belum diterbitkan, masih berbentuk manuskrif. Bersumber dari draf makalah byang terkait dengan
tulisan beliau. Bersumber dari draf makalah byang terkait dengan tulisan
beliau. Bersumber dari draf makalah byang terkait dengan tulisan beliau. Jurnal
Ibn Abbas
c. Mendapat Penghargaan Jasa besar yaikh Azrai di bidang al-Qur`an
mendapat penghargaan dari Lembaga al-Qur`an Pusat. Pada tahun 1953, ia juga
diangkat menjadi Guru Besar Hafiz al-Qur`an pada perguruan Tinggi Tanjung Limau
Simabur Padang Panjang. Namun, penghargaan itu tidak ditemukan dari lembaga
keagamaan atau pemerintah di Sumatera Utara.
d. Beliau juga pernah mendirikan Jam`iyah
al-Qurra` Jam`iyah al-Qurra` adalah sebuah lembaga untuk mengkaji dan
menyebarkan ilmu-ilmu al-Qur`an. Perkumpulan
ini diasaskan kepada ajaran Islam. Tujuannya adalah untuk memelihara Al-Qur`an
dengan arti yang luas.
BABIII
KESIMPULAN
Kajian tentang pengajaran dan pembelajaran al-Quran telah banyak
dijalankan oleh ahli pendidikan mahupun penyelidik-penyelidik terdahulu. Namun
perlu pengkaji jelaskan lagi, bahawa kajian yang berkaitan lansung dengan
metode Tartil belum banyak ditemui sampai sekarang. Hal ini disebabkan oleh
metode Tartil merupakan sebuah kaedah pengajaran dan pembelajaran al-Quran yang
relatif masih baharu berbanding kaedah-kaedah pengajaran dan pembelajaran
al-Quran lainnya.
Begitu juga dengan perkembangan pengkajian alquran itu sendiri,
yang awalnya hanya memahami secara teks saja namun kini telah bermunculan
berbagai bentuk analisis terhadap penafsiran al-Qur’an dimana para ulama
Indonesia berusaha menggali al-Qur’an secara komprehensif baik yang bersifat
analitik maupun yang bersifat tematik dan ringkasan.
DAFTAR PUTAKA
Ahmad Syadali. ‘Ulumul
Qur’an I. Cet. I; Bandung: Pustaka Setia,
1997
Muhammad ali Ash-Shabuuny, Studi
Ilmu Al-Quran, Bandung : CV Pustaka Setia,
Dr. Rosihon Anwar, M.ag, Ulumul
Quran. Pustaka Setia, Bandung, 2008
Mursalim, Tafsir Al-Qur’an dalam
Tradisi Masyarakat Bugis, Samarinda: P3M IAIN Samarinda, 2010.
Yunus Martan, M. Rafii, “Membidik
Universalitas Mengusung Lokalitas:Tafsir alQur’ân Bahasa Bugis AG. H. Daud
Ismail, Jurnal Studi al-Qur’an, Vol. I, No. 2006.
Husnel Anwar, Kewajiban Tuhan:
Pemikiran Kontroversial Ulama Tanjungbalai Asahan Syaikh Ismail Abdul Wahhab,
LP2IK Medan, 2004.
Ahmad Syurbasyi, Qissah al-Tafsir,
terj., Studi Tentang Sejarah Tafsir Al-Qur`an al-Karim, Kalam Mulia, Jakarta,
1999.
Husnel Anwar, Kewajiban Tuhan:
Pemikiran Kontroversial Ulama Tanjungbalai Asahan Syaikh Ismail Abdul Wahhab,
LP2IK Medan, 2004.
[1] Ahmad Syadali. ‘Ulumul Qur’an I. Cet. I; Bandung:
Pustaka Setia, 1997
[2] Muhammad
ali Ash-Shabuuny, Studi Ilmu Al-Quran, Bandung : CV Pustaka
Setia,
[3] Dr.
Rosihon Anwar, M.ag, Ulumul Quran. Pustaka Setia, Bandung, 2008
[4] Mursalim,
Tafsir Al-Qur’an dalam Tradisi Masyarakat Bugis, Samarinda: P3M IAIN Samarinda,
2010.
[5] Yunus
Martan, M. Rafii, “Membidik Universalitas Mengusung Lokalitas:Tafsir alQur’ân
Bahasa Bugis AG. H. Daud Ismail, Jurnal Studi al-Qur’an, Vol. I, No. 2006.
[6] Husnel
Anwar, Kewajiban Tuhan: Pemikiran Kontroversial Ulama Tanjungbalai Asahan
Syaikh Ismail Abdul Wahhab, LP2IK Medan, 2004.
[7] Ahmad
Syurbasyi, Qissah al-Tafsir, terj., Studi Tentang Sejarah Tafsir Al-Qur`an
al-Karim, Kalam Mulia, Jakarta, 1999.
[8] Husnel
Anwar, Kewajiban Tuhan: Pemikiran Kontroversial Ulama Tanjungbalai Asahan
Syaikh Ismail Abdul Wahhab, LP2IK Medan, 2004.
RINGKASAN DAN SARAN DARI MAKALAH DI ATAS
PENGKAJIAN AL QURAN DI WILAYAH JAWA MENGGUNAKAN METODE PENDEKATAN SEJARAH DAN SOSIOLOGI. HAL INI DAPAT MENJELASKAN SEJARAH SECARA MENYELURUH DATANGNYA ISLAM KE JAWA , KONSEP INI DI KENALKANOLEH KIAAI LANGGAR. SEDANGKAN PENDEKATAN SOSIOLOGI INI MENEROPONG SEGI- SEGI SOSIAL YANG DADA DI MASYARAKAT TERSEBUT.
PENGKAJIAN AL QURAN DI DAERAH TIMUR INDONESIA OLEH KIAI HM AS'AD 1952 MEMBUAT KITAB TAFSIR YANG DI SENGAJA MENGGUNAKAN 3 BAHASA YAITU BAHASA ARAB, BUGIS DAN INDONESIA YANG DI TERBITKAN DI SENGKANG SULAWESI SELATAN.
PENGKAJIAN AL QURAN DI SUMATERA UTARA OLEH SYAIKH H AZRAI ABDURRAUF BELIAUH YANG MELOPORI PENGKAJIAN AL QURAN DI SUMATERA UTARA DENGAN BANYAK MEMBUAT MAKALAH DAN TAFSIR YANG DI BUAT BELIAU.
SARAN
MAKALH INI BANYAK KEKURANGAN AGAR PEMBACA MEMEBRIKAN MASUKAN UNTUK PEMEKALAH AGAR MEMPERBAIKI MAKALAH INI.
SARAN DARI PEMAKALAH DALAM PENGKAJIAN AL QURAN DI SUMATERA UTARA TIDAK D JELASKAN SECARA TERPERINCI TAFSIR APA YANG DI BUAT DAN PENJELASAN LENGKAP PENGKANJAIN AL QURAN DI SUMATERA UTARA.
Komentar
Posting Komentar